Harry kagum begitu masuk ke dalam rumah Mars dan Venus, rumah yang begitu besar dengan model yang sangat modern di tahun 2015. “Kenapa lo? Kaya orang kampung aja ga pernah liat rumah orang” Venus tersenyum geli melihat wajah Harry yang terlihat kagum melihat rumahnya. “Haha, taek lu, rumah lu bagus banget, nuansa modern keliatan banget, gue kagum, tiap hari main kesini ga bakal ada bosennya Ven” kata Harry yang masih merasa kagum dengan besarnya rumah Mars dan Venus. Bi Siti keluar dari dapur dengan membawakan minuman untuk Harry dan Venus yang sedang mengobrol, sedangkan Mars segera masuk dan beristirahat di kamarnya.
Bi Siti ikut mengoceh sewaktu mendengar obrolan Venus dan Harry tentang sifat Venus yang begitu jail dan nakal sewaktu di rumah. Bi Siti tidak tahu sama sekali tentang sifat Venus sewaktu berada di sekolah, karena di rumah, dan di sekolah sifatnya sangatlah berbeda. Yang mengetahui sifat Venus saat di luar rumah hanyalah Mars, karena saking sayangnya Mars kepada Venus, dia tidak pernah mau memberi tahu apapun kepada orang-orang rumah bagaimana Venus bila di luar rumah. “Eh udah mau malem nih, gue pulang dulu ya, titip salam buat Mars, bilang gue minta maaf, tapi besok gue bakal minta maaf secara langsung kok Ven, tenang aja”. “Nah gitu dong, kan lakinya keliatan haha” mereka saling bersahutan saat berada di lapangan depan rumah Venus.
Entah kenapa, malam ini Harry tidak bisa tidur dengan cepat, yang ada dibayangannya hanyalah seorang wanita yang sudah ditabraknya secara tidak sengaja saat berada di sekolah tadi sore. Dia melihat ke atap-atap kamarnya, membayangkan wajah Mars yang begitu menenangkan saat dipandang. Tidak pernah dia merasa seperti ini sebelumnya, merasa tenang dan hanyut hanya dengan menatap kedua mata biru Mars. Tidak salah jika mata Mars berwarna biru, dia adalah keturunan Eropa, ayah Mars berasal dari keturunan Eropa yang juga memiliki mata berwarna biru, sedangkan ibunya asli orang Bandung, berbeda lagi dengan Venus, matanya berwarna kecokelatan.
Bi Siti ikut mengoceh sewaktu mendengar obrolan Venus dan Harry tentang sifat Venus yang begitu jail dan nakal sewaktu di rumah. Bi Siti tidak tahu sama sekali tentang sifat Venus sewaktu berada di sekolah, karena di rumah, dan di sekolah sifatnya sangatlah berbeda. Yang mengetahui sifat Venus saat di luar rumah hanyalah Mars, karena saking sayangnya Mars kepada Venus, dia tidak pernah mau memberi tahu apapun kepada orang-orang rumah bagaimana Venus bila di luar rumah. “Eh udah mau malem nih, gue pulang dulu ya, titip salam buat Mars, bilang gue minta maaf, tapi besok gue bakal minta maaf secara langsung kok Ven, tenang aja”. “Nah gitu dong, kan lakinya keliatan haha” mereka saling bersahutan saat berada di lapangan depan rumah Venus.
Entah kenapa, malam ini Harry tidak bisa tidur dengan cepat, yang ada dibayangannya hanyalah seorang wanita yang sudah ditabraknya secara tidak sengaja saat berada di sekolah tadi sore. Dia melihat ke atap-atap kamarnya, membayangkan wajah Mars yang begitu menenangkan saat dipandang. Tidak pernah dia merasa seperti ini sebelumnya, merasa tenang dan hanyut hanya dengan menatap kedua mata biru Mars. Tidak salah jika mata Mars berwarna biru, dia adalah keturunan Eropa, ayah Mars berasal dari keturunan Eropa yang juga memiliki mata berwarna biru, sedangkan ibunya asli orang Bandung, berbeda lagi dengan Venus, matanya berwarna kecokelatan.
Harry harus memaksa Mars dulu agar mau untuk diantarkan oleh Harry pulang tadi sore. Dia memaksa Mars, tapi Mars menolak karena dia bersikeras tetap ingi mencari angkutan umum untuk ditumpanginya. Akhirnya dengan terpaksa Harry harus memaksa Mars dengan ancaman akan menggendong dan membawa Mars menuju mobil yang bermerk Honda Jazz berwarna biru muda miliknya. Dengan terpaksa akhirnya Mars menurut pada Harry karena tentunya Harry akan menggendongnya bila tetap bersikeras ingin naik angkutan umum. “Kalau tetap nolak, biar gue gendong lu, gue gendong lu ya” Harry berkata seperti itu sembari membungkuk ingin menggendong Mars. “Eh jangan dong” dengan segera Mars menarik badan-nya menjauh dari Harry, “Iya iya, saya ikut kamu”. “Nah gitu dong” ujar Harry tersenyum geli melihat wajah Mars yang panik. Karena selama ini dia tidak pernah disentuh, apalagi sampai mau digendong oleh seorang lelaki. Karena selalu ada Venus yang melindungi Mars apabila ada yang macam-macam, atau hanya sekedar menggoda Mars.
Malam ini karena Harry sangat penasaran dengan keadaan Mars, dia berusaha menghubungi nomor Mars, tapi selalu ditolak. Karena nomor tidak dikenal, Mars tidak pernah mau mengangkat nomor yang dia tidak ketahui. Jadi Harry hanya mengirim pesan saja agar bisa tahu bagaimana kabar Mars saat ini.
Walaupun dia sudah diantar pulang oleh Harry, tapi tetap saja Mars tidak mengetahui siapa itu Harry.
Seketika Harry terbangun dan segera beranjak dari tempat tidurnya menuju kursi di luar rumah saat mendapati balasan pesan dari Mars.
Segera Harry membalas pesan tersebut :
Mars segera mengingat-ingat wajah seseorang yang mengantarnya pulang tadi, dan mulai berbicara di dalam hati. Oh.. namanya Harry, orang yang saya lihat dihari pertama masuk sekolah lagi dimarahin sama Pak Ian ya.. haha, lucu juga dia kalau bicara pakai saya kamu. Ganteng sih.. tipe saya banget kalau dari penampilan, tapi dia berandal, saya ga mau lah kalau sikap dia yang kaya gini. Jauh-jauh ajalah, daripada ketularan jadi kaya Venus nanti haha.
Sedangkan Harry harus menunggu selama 3 menit untuk mendapat balasan lagi dari Mars. Tapi balasan yang sedikit mengecewakan sekaligus membuat Harry malah semakin ingin masuk lebih dalam ke dalam kehidupan gadis ini.
Yahh.. cuman oh doang, haha tapi gemesin sih kalau terus-terusan bayangin kamu Mars. Gumam Harry di dalam hati.
Segera Harry membalas dengan pesan yang bagi Mars sedikit aneh untuk seorang anak berandal seperti Harry. Dan sedikit terkejut dengan [esan terakhir yang dikirm oleh laki-laki berkulit putih ini.
Harry masih saja terus membayangkan bagaimana indahnya mata biru milik Mars, dan betapa menggemaskannya wajah Mars saat dia pura-pura mengancam ingin menggendong Mars tadi sore. “Ah, apa-apaan sih lu Harr, gaje banget mikirnya!” Harry memukul-mukulkan bantal ke wajahnya agar bisa segera tersadar dari bayangan tentang gadis keturunan Eropa itu tadi sore. Sembari menatap jam dinding yang bergerak menunjukkan pukul 01:30, Harry memaksakan matanya agar segera tertutup dan langsug terlelap, karena besok dia ingin datang lebih awal untuk mempersiapkan diri untuk meminta maaf kepada Mars. Sebuah keajaiban kalau seorang Harry mau mengucapkan kata maaf, apalagi pada orang yang baru saja dia tahu. Harry belum mengenal Mars, dia hanya mengenal kembarannya saja, yaitu Venus.



